Think Global, Act Global
THINK GLOBAL, ACT GLOBAL!
Suasana mendung pada hari itu mewarnai suasana dinner yang akrab di Le Paul - Pacific Place.
Saya dan istri saya makan malam bersama sahabat saya waktu kuliah di Perancis dulu.
Sebut saja namanya Christian (bukan nama sebenarnya).
Setelah lulus dari Perancis , Christian mengembangkan kariernya di London.
Dan saya ikut bangga bahwa sahabat kos se-appartement saya akhirnya menjadi Director Technology sebuah telecommunication operator di Inggris.
Christian mulai menceritakan pengalamannya pada saat harus membangun sebuah R&D center dari awal (mulanya hanya 30 software engineer , sekarang mencapai 300 R&D engineer).
Pada mulanya Christian memerlukan 30 software engineer, dan dia mengimport dari Indonesia.
Jadi dia pergi Indonesia, merecruit 30 engineers dan dia bawa untuk bekerja di London dengan 2 tahun kontrak.
Project itu berjalan dengan lancar, tetapi setelah 2 tahun lama lama cost nya terlalu tinggi.
Kemudian Christian memindah kan timnya ke Jakarta, karena dia memerlukan 150 engineers sekarang.
Well, program itu juga berjalan meskipun di sana sini masih ada hal hal yang perlu diperbaiki.
Pada saat perusahaannya makin berkembang dan dia memerlukan tambahan 150 engineer lagi (sekarang Christian memerlukan total 300 engineer R&D), bossnya menyuruh Christian untuk berksperimen dan membuka R&D di Chenai, India.
Tentu saja selama setahun ke depan Christian dan bossnya harus mengevaluasi R&D center mana yang lebih effective? Yang di Jakarta atau yang di Chennai?
Dan pada tahun 2015 ternyata hasil evaluasi sudah diselesaikan dengan hasil yang surprising.
R&D center yang di Jakarta harus ditutup dan sekarang mereka hanya mempunyai satu R&D center di Chennai (300 engineers).
Tentu saja Christian sangat sedih menjalankan keputusan tersebut, tetapi secara business itulah keputusan yang paling tepat.
Dan saya lebih merasa sedih lagi karena Indonesia kehilangan kesempatan untuk:
- mempekerjakan 300 software engineer
- menjadi salah satu lokasi R&D center perusahaan telekominkasi Inggris
Maka saya pun bertanya pada Christian, mengapa dia lebih memilih Chenai (India) daripada Jakarta (Indonesia).
Saya menulis artikel ini dengan objective untuk mengevaluasi competitiveness kita di global market, menganalisa dan mencoba melihat apakah ada solusi yang bisa kita lakukan bersama untuk meningkatkan competitiveness kita.
Christian pun menjabarkan 4 alasan yang akhirnya membuat perusahaannya mengambil keputusan tersebut.
1. TALENT AVAILABILITY
Di Chenai dia merasa begitu banyak talent yang competent, dan dia bisa mendapatkan dengan budget yang efficient.
Di Jakarta dia merasa kesulitan mendapatkan IT professional yang competent dan bersertifikat. Dan kalau pun dapat ternyata permintaan salary nya sudah sangat tinggi dan melebihi salary para engineer dengan level yang sama di Chenai.
Talent availability and supply of good talents menjadi issue pertama.
2. TALENT INTEGRITY
Yang kedua adalah susahnya mencari talent yang pintar dan jujur di negara ini.
Karena R&D center bekerja untuk headquarter di London, wajar kalau mereka harus mengikuti jadwal
kerja London yang berbeda beberapa jam dengan Asia.
Ternyata banyak sekali talent talent Indonesia yang menganggap ini sebagai opportunity untuk bekerja "sambilan".
Banyak engineer Christian yang mengambil project di tempat lain atau jelas jelas bekerja di perusahaan lain, padahal mereka tahu itu dilarang oleh perusahaan.
Padahal seleksi sudah melalui wawancara yang ketat, dan mereka sudah diinformasikan tentang hal itu. Tetap saja Christian harus capek mengurusi masalah ini.
Tentunya ini sangat mempengaruhi produktivitas dan performance.
Sementara hal ini tidak dia hadapi di Chenai.
3. MULTI-COMPETENCE
Sementara di Chenai, para software engineer sudah banyak yang multi competence dan mendapatkan certificate dalam hal hal yang lain di luar core competence mereka (IT) . Selain sebagai IT engineer mereka sudah mempelajari project management, customer service, leadership, marketing, business accumen dan bidang bidang yang lain. Di sinilah talent-talent kita ketinggalan.
4. GLOBAL MINDSET
Last but not least, talent talent di sana sudah sangat strong dalam global mindset.
Mereka tahu bahwa mereka bekerja di global company yang berbasis di London. Talent talent di Chenai sangat mengerti bahwa mereka kadang kadang diharapkan bekerja malam hari, dan terutama mereka juga belajar bagaimana mereka berkomunikasi dengan baik dengan memahani latar belakang bahasa dan budaya di Head Quarter.
Di Indonesia, mereka pada saat interview sih bersedia bekerja malam, tapi dua bulan kemudian sudah resign dengan alasan mereka mendapatkan job di local company yang kerjaannya pagi dan siang hari.
Why did they take the job at the first place?
Keempat factor itu menjadi alasan perusahaan Christian dan akhirnha mereka menutup kantir di Jakarta dan meneruskan R&D center di Chennai dengan 300 engineers.
Situasi yang mungkin kurang menggembirakan, tetapi secara open mind mungkin kita harus mengakui secara objective bahwa keputusan itu mungkin tepat secara business.
Jadi apa dong yang sebaiknya kita lakukan.
Lets start with what we can do .
Kita lihat satu persatu hal hal di atas dan kita lihat apa yang bisa kita lakukan.
1. TALENT AVAILABILITY
Yuk, kita bekerja bersama , bahu membahu untuk menambah supply of good talents di negara kita.
Jangan hanya kuliah karena ingin "wah" tapi mari kita melihat trend di masa depan dan kuliah di jurusan yang akan relevant dan dibutuhkan di masa depan.
Universitas juga sebaiknya bukan hanya berorientasi bisnis saja dan menjual kursi saja kepada mahasiswa baru. Tetapi juga memprediksi berapa jumlah lulusan yang akan dibutuhkan lima tahun ke depan, dan berusaha menedukasi calon mahasiswa baru.
Perusahaan perusahaan sebaiknya membuka pintu lebih lebar untuk internship dan pemagangan agar mahasiswa kita lebih siap diserap oleh industry.
2. TALENT INTEGRITY
Yuk kita semua lebih berfokus untuk mendidik karakter (kejujuran dan kepintaran), dan bukan hanya berfokus pada akademis saja.
Juga sebagai leader mari kita memberi contoh yang baik dan menjadi role model bagi junior kita.
3. TALENT MULTI-COMPETENCE
Yuk, kita encourage talent talent kita untuk belajar hal hal lain di luar core competence mereka.
It is ok to be expert on Finance, Marketing, IT, HR or whatever.
Tetapi sudah waktunya melengkapi kompetensi kita dengan hal hal lain seperti project management, business accumen, leadership, influencing skills, finance ... etc
Better, why dont you take (international) certification for that.
4. Think Global, Act Global
Kita selalu di "brain washed" untuk Think Global, Act Local.
Well, the paradigm has changed.
It is time now to Think Global and Act Global.
Mulak memikirkan apa trend di global business saat ini dan apa yang kita lakukan untuk berkontribusi di dunia global, dan bukan hanya menjadi penonton.
Jadilah pemain active dan strong contributor di dunia global!
Observe, berikan saran konstruktif kepada partner kita di negara lain, influence mereka agar menerapkan approach yang kita mulai Di Indonesia.
Lets start to implement because it is time to Think Global and Act Global.
Pambudi S