3 Parenting Styles
The 3 PARENTING STYLES
(Tiga cara mempengaruhi anak-anak anda)
Sebut saja namanya Rudy, seorang teman kuliah saya, yang sekarang bekerja di sebuah perusahaan asing, Pagi itu kami sarapan di sebuah warung di daerah Blok M. Sambil bercerita mengenang tentang cerita masa lalu, kemudian dia mengeluh tentang anaknya. Anaknya ini ternyata kurang berprestasi di sekolahnya. Dan setiap kali dikasih tahu disuruh belajar, anaknya tidak mau menurut. Rudy sangat mengkhawatirkan masa depan anaknya, dan bingung bagaimana memberitahu anaknya untuk belajar dan mempersiapkan masa depan.
Menjadi orang tua, sebenarnya adalah juga menjadi leader. Anda menjadi leader untuk anak-anak anda. Dan seperti seorang leader jaman NOW, sekarang ini memang sulit sekali memerintah kepada seseorang (apakah itu anak buah anda di kantor atau anak kandung anda di rumah).
Ini bukan lagi jaman perang revolusi, di mana kalau komandan menyuruh prajurit lompat ke jurang, prajurit akan segera menuruti perintah komandan.
Apa yang terjadi dengan Rudy? Rudy tidak bisa lagi memerintahkan anaknya untuk belajar. Rudy tidak bisa lagi memaksa anaknya untuk belajar. Kalaupun Rudy memaksa anaknya, kemudian anaknya masuk kamar dan tidak belajar juga, Rudy mau ngapain? Atau kalaupun Rudy menungguin anaknya , duduk di sebelahnya, dan anaknya tidak belajar dengan sepenuh hati, dan pelajarannya tetap tidak masuk ke otak anaknya, Rudy mau ngapain?
Jaman sudah berganti, ini jaman digital, ini jaman K-Pop, ini jaman NOW, di mana kalau anak buah (atau anak kandung) anda, tidak mengerti “mengapa” mereka harus melakukan sesuatu, mereka tidak akan pernah menjalankannya.
Simon Sinek, seorang guru management terkenal (speechnya menjadi salah satu speech paling popular di TED Talk), menyarankan bahwa sebagai seorang leader, we always have to “START WITH WHY”. Artinya bahwa kita harus menjelaskan dulu semuanya dengan “mengapa” mereka harus melakukannya.
Simon bahkan menyarankan agar kita …
a) Memulai dengan “WHY” (mengapa kita melakukan sesuatu)
b) melanjutkan “HOW” (bagaimana kita melakukan sesuatu)
c) dan hanya setelah melakukan kedua hal di atas, maka kita bisa menjelaskan the “WHAT” (apa yang harus dikerjakan)
Lihat urut-urutannya! Memang agak panjang. Tetapi kalau kita menjelaskan dengan urutan itu, maka mereka akan melakukannya dengan sepenuh hati. Padahal banyak leader (atau orang tua), yang karena sibuk atau tidak punya waktu atau malas menjelaskan, seringkali hanya mengatakan “apa yang harus dilakukan”. Kita hidup pada jaman “Nike culture” … just do it!
Padahal itu mungkin bukan metode paling tepat. Dan itulah mengapa banyak leader yang gagal mempengaruhi anak buahnya dan banyak orang tua yang gagal mempengaruhi (influencing) anak-anak kandungnya!
Sekarang kita kembali ke teman saya Rudy, yang mengalami kesulitan untuk mempengaruhi anaknya untuk belajar. Rudy mestinya belajar dari seorang tukang kayu (handyman) yang mempunyai banyak tool (alat) untuk menyelesaikan masalah yang berbeda. Seorang handyman akan datang ke rumah anda dengan membawa banyak alat untuk memperbaiki rumah (palu, gergaji, obeng, kunci Inggris, tang …dll). Jadi untuk permasalahan yang berbeda, tukang kayu akan menggunakan alat yang berbeda. Bayangkan apabila si tukang kayu hanya mempunyai palu. Semua masalah akan diselesaikan dengan palu, gak bisa begitu kan? Nanti pecah semua kaca-kaca di rumah itu.
Anda tertawa? Padahal mungkin saja sebagai orang tua kita melakukan hal itu. Ada orang tua yang hanya punya satu style untuk mempengaruhi anaknya ….
⁃ Ada orang tua yang hanya bisa memarahi anaknya … (kayaknya anaknya salah terus)
⁃ Ada orang tua yang hanya bisa sayang-sayang kepada anak (tidak perna memarahi anaknya)
⁃ Ada orang tua yang hanya bisa menyuruh belajar (tanpa pernah memberikan contoh)
⁃ Ada orang tua yang hanya bisa memberi uang (sepertinya semua masalah beres dengan uang)
Intinya, banyak orang tua yang hanya mempunyai satu style of influencing. Padahal mestinya seperti tukang kayu, mereka harus mempunyai banyak alat, mempunyai banyak cara (style) untuk mempengaruhi anak-anak mereka. Agar mereka bisa menggunakan cara yang tepat pada situasi yang tepat!
Nah, terus apa saja yang style yang bisa dipergukanan sebagai orang tua?
Lets make it simple. Kita akan membahas 3 style yang kita bisa pergunakan …
A) PARENTS AS TEACHER (Orang Tua sebagai Guru)
B) PARENTS AS COACH (Orang Tua sebagai Coach/Pelatih)
C) PARENTS AS FRIEND (Orang Tua sebagai Teman/Sahabat)
Kita bahas satu persatu ya …
a) PARENTS AS TEACHER (Orang Tua sebagai Guru)
Pada saat anak-anak kita masih kecil, dari balita, dan seringkali sampai SD, memang banyak hal dalam kehidupan yang belum diketahui oleh anak-anak kita. Nah, di sini memang orang tua harus menjadi guru yang baik. Style nya adalah “I teach you, you listen”, Orang tua mengajari, anak-anaknya mendengarkan. Gunakan kesempatan di sini, di mana anda akan mengajari anak-anak anda, dan mereka akan lebih banyak mendengarkan.
Berarti sebagai guru yang baik, anda harus mempunyai banyak cara, agar anda bisa “menyajikan” pelajaran anda dengan baik agar anak anda TERTARIK untuk mendengarkan anda.
Anda ingat kan, waktu sekolah dulu, ada guru yang menarik, dan ada banyak guru yang membosankan. Nah anda harus mempelajari banyak cara untuk menjadi guru yang baik:
⁃ Bercerita (STORY TELLING) - Memperagakan (DEMONSTRATING)
⁃ Menyuruh anak-anak berpraktek (LEARNING BY DOING)
⁃ Memberikan contoh yang baik (ROLE-MODELLING) - …dst …dst
Nah, dengan cara itulah anak-anak anda akan lebih tertarik untuk mendengarkan. Saya masih mengenang pada saat ayah saya menceritakan Mahabarata, membuat alat peraga dari Matematika, menerangkan pelajaran IPA, mengkiritik puisi karangan saya …dst ..dst. He was my teacher. Dia adalah guru saya. Dan kemudian pada saat menjadi ayah, saya juga berusaha menerapkan hal-hal tersebut dan berusaha menjadi guru yang baik untuk anak-anak saya.
Tetapi kemudian mereka akan tumbuh menjadi remaja. Dan jarang sekali remaja yang mau mendengarkan orang tuanya kan? Ya iya, karena remaja itu MERASA sudah tahu segalanya. Gak ada gunanya menjadi guru bagi mereka, they will not listen to you (mereka toh gak akan mau mendengarkan anda juga).
But it is ok, itu hanya berarti anda perlu mengganti style anda ke style berikutnya. Jangan menjadi guru lagi bagi mereka ….
b) PARENTS AS COACH (Orang tua sebagai coach/pelatih)
Seorang coach itu tidak akan menjadi guru, tidak akan mengajari lagi. Mana mau anak-anak mendengarkan orang tuanya. Mereka merasa pintar. Gak ada gunanya lagi banyak-banyak menggurui. Gak akan didengarkan. Kalau dipaksa akan conflict dan berantem. Makanya banyak orang tua yang berantem sama anak-anaknya. Karena orang tuanya pengin terus menerus menjadi guru (keep telling the children what to do), padahal seharusnya mereka menjadi coach (pelatih) yang baik.
Style nya coach itu berbeda. Style nya adalah “ASK, LISTEN, ASK AGAIN ….” (Bertanya, mendengarkan, dan bertanya lagi). Jadi coach itu bukan berkata,”Pokoknya kamu harus belajar!”
Tetapi ini yang dilakukan seorang coach…
⁃ ASK (bertanya):” Jadi nanti kalau kamu sudah besar , kamu ingin jadi apa?’
⁃ LISTEN (mendengarkan), misalnya anaknya akan menjawab,”Aku belum tahu. Tapi aku ingin pekerjaan yang banyak jalan-jalan ke luar negeri”
⁃ ASK AGAIN: “Itu ide yang bagus. Banyak sih , misalnya jadi pilot, pramugari, konsultan …., kira-kira kamu lebih suka jadi apa?”
⁃ LISTEN,”Belum tahu….”
⁃ ASK,”Gak apa-apa, tapi kan kamu tahu, untuk semua yang pakai jalan-jalan ke luar negeri, mereka harus jago bahasa apa?”
⁃ LISTEN,”Bahasa Inggris ya?”
⁃ ASK,”Nah! Kamu sendiri ngerti! Kalau gak bisa bahasa Inggris, bagaimana kamu bisa pergi ke luar negeri. Jadi mulai sekarang apa yang harus kamu lakukan?”
Itulah yang dilakukan orang tua sebagai coach. Menciptakan sebuah dialog, dimana orang tua hanya bertanya, dan membantu anaknya menemukan jawaban mereka sendiri!
Bukannya terus menerus menggurui, dan terus menerus menyuruh anaknya belajar, pantes aja berantem terus!
Jadi ingat, akan ada waktu tertentu, di mana anak-anak anda tidak mau lagi digurui oleh anda, dan itu berarti anda harus mengubah style anda dari seorang guru menjadi seorang “coach”.
c) PARENTS as FRIENDS
Setelah anak anda beranjak dewasa, bahkan dimulai dengan saat mereka duduk di bangku SMA, akan sulit sekali memerankan peran sebagai teacher dan coach.
Mereka merasa sudah tahu banyak. Dan memang kadang-kadang dalam beberapa hal, mereka memang sudah tahu banyak! Apalagi dengan smartphone yang membuat mereka connected to all informations dalam waktu beberapa detik saja, dibandingkan dengan kita yang harus cari informasi ke perpustakaan atau toko buku dulu. Menggunakan style sebagai teacher dan coach mungkin hanya akan menambah jumlah conflict. Objective nya gak tercapai, conflict dan berantemnya nambah. Repot kan?
Di sini, terkadang kita bisa memainkan peranan sebagai “FRIEND”, sebagai sahabat baik.
Sahabat baik itu selalu berusaha mendengarkan (kalau dia cerita kita dengarkan, kalau dia tidak cerita it’s okay dan jangan dipaksa).
Kadang anak kita hanya mencari teman yang bisa mendengarkan. Jadi belum tentu sebuah masalah langsung dibahas , dicarikan solusinya atau dimarahi anaknya. Just listen first.
Tetapi anda juga bisa berperan sebagai sahabat yang baik , yang juga bisa memberikan saran dan pendapat (PADA WAKTU YANG TEPAT), yaitu ketika anak kita sedang open mind dan siap menerima saran kita!
Di sinilah anda akan menjalankan style anda sebagai teman yang baik, dan mempengaruhi mereka di saat yang tepat, setelah mendengarkan curhat mereka.
Kunci seorang teman baik itu adalah : a lot of listening and understanding, and only after that giving the advise (banyak-banyak mendengarkan dan mengerti, dan baru setelah itu memberikan saran).
Ok, jadi kita baru saja membahas tiga parenting style:
a) PARENTS as TEACHER
b) PARENTS as COACH
c) PARENTS as FRIEND
Hati-hati memainkan peran anda, pada saat yang tepat, gunakanlah style yang tepat.
Jangan menjadi friend pada saat anak anda masih kecil dan membutuhkan teacher, jangan menjadi teacher pada saat anda beranjak remaja dan membutuhkan coach dan juga jangan menggurui pada saat anak anda membutuhkan friend yang baik.
Gunakan style yang tepat pada saat yang tepat.
Semoga dengan teknik-teknik ini, anda dapat mempengaruhi mereka untuk rajin belajar untuk mencapai cita-cita mereka.
Pambudi Sunarsihanto
(Tiga cara mempengaruhi anak-anak anda)
Sebut saja namanya Rudy, seorang teman kuliah saya, yang sekarang bekerja di sebuah perusahaan asing, Pagi itu kami sarapan di sebuah warung di daerah Blok M. Sambil bercerita mengenang tentang cerita masa lalu, kemudian dia mengeluh tentang anaknya. Anaknya ini ternyata kurang berprestasi di sekolahnya. Dan setiap kali dikasih tahu disuruh belajar, anaknya tidak mau menurut. Rudy sangat mengkhawatirkan masa depan anaknya, dan bingung bagaimana memberitahu anaknya untuk belajar dan mempersiapkan masa depan.
Menjadi orang tua, sebenarnya adalah juga menjadi leader. Anda menjadi leader untuk anak-anak anda. Dan seperti seorang leader jaman NOW, sekarang ini memang sulit sekali memerintah kepada seseorang (apakah itu anak buah anda di kantor atau anak kandung anda di rumah).
Ini bukan lagi jaman perang revolusi, di mana kalau komandan menyuruh prajurit lompat ke jurang, prajurit akan segera menuruti perintah komandan.
Apa yang terjadi dengan Rudy? Rudy tidak bisa lagi memerintahkan anaknya untuk belajar. Rudy tidak bisa lagi memaksa anaknya untuk belajar. Kalaupun Rudy memaksa anaknya, kemudian anaknya masuk kamar dan tidak belajar juga, Rudy mau ngapain? Atau kalaupun Rudy menungguin anaknya , duduk di sebelahnya, dan anaknya tidak belajar dengan sepenuh hati, dan pelajarannya tetap tidak masuk ke otak anaknya, Rudy mau ngapain?
Jaman sudah berganti, ini jaman digital, ini jaman K-Pop, ini jaman NOW, di mana kalau anak buah (atau anak kandung) anda, tidak mengerti “mengapa” mereka harus melakukan sesuatu, mereka tidak akan pernah menjalankannya.
Simon Sinek, seorang guru management terkenal (speechnya menjadi salah satu speech paling popular di TED Talk), menyarankan bahwa sebagai seorang leader, we always have to “START WITH WHY”. Artinya bahwa kita harus menjelaskan dulu semuanya dengan “mengapa” mereka harus melakukannya.
Simon bahkan menyarankan agar kita …
a) Memulai dengan “WHY” (mengapa kita melakukan sesuatu)
b) melanjutkan “HOW” (bagaimana kita melakukan sesuatu)
c) dan hanya setelah melakukan kedua hal di atas, maka kita bisa menjelaskan the “WHAT” (apa yang harus dikerjakan)
Lihat urut-urutannya! Memang agak panjang. Tetapi kalau kita menjelaskan dengan urutan itu, maka mereka akan melakukannya dengan sepenuh hati. Padahal banyak leader (atau orang tua), yang karena sibuk atau tidak punya waktu atau malas menjelaskan, seringkali hanya mengatakan “apa yang harus dilakukan”. Kita hidup pada jaman “Nike culture” … just do it!
Padahal itu mungkin bukan metode paling tepat. Dan itulah mengapa banyak leader yang gagal mempengaruhi anak buahnya dan banyak orang tua yang gagal mempengaruhi (influencing) anak-anak kandungnya!
Sekarang kita kembali ke teman saya Rudy, yang mengalami kesulitan untuk mempengaruhi anaknya untuk belajar. Rudy mestinya belajar dari seorang tukang kayu (handyman) yang mempunyai banyak tool (alat) untuk menyelesaikan masalah yang berbeda. Seorang handyman akan datang ke rumah anda dengan membawa banyak alat untuk memperbaiki rumah (palu, gergaji, obeng, kunci Inggris, tang …dll). Jadi untuk permasalahan yang berbeda, tukang kayu akan menggunakan alat yang berbeda. Bayangkan apabila si tukang kayu hanya mempunyai palu. Semua masalah akan diselesaikan dengan palu, gak bisa begitu kan? Nanti pecah semua kaca-kaca di rumah itu.
Anda tertawa? Padahal mungkin saja sebagai orang tua kita melakukan hal itu. Ada orang tua yang hanya punya satu style untuk mempengaruhi anaknya ….
⁃ Ada orang tua yang hanya bisa memarahi anaknya … (kayaknya anaknya salah terus)
⁃ Ada orang tua yang hanya bisa sayang-sayang kepada anak (tidak perna memarahi anaknya)
⁃ Ada orang tua yang hanya bisa menyuruh belajar (tanpa pernah memberikan contoh)
⁃ Ada orang tua yang hanya bisa memberi uang (sepertinya semua masalah beres dengan uang)
Intinya, banyak orang tua yang hanya mempunyai satu style of influencing. Padahal mestinya seperti tukang kayu, mereka harus mempunyai banyak alat, mempunyai banyak cara (style) untuk mempengaruhi anak-anak mereka. Agar mereka bisa menggunakan cara yang tepat pada situasi yang tepat!
Nah, terus apa saja yang style yang bisa dipergukanan sebagai orang tua?
Lets make it simple. Kita akan membahas 3 style yang kita bisa pergunakan …
A) PARENTS AS TEACHER (Orang Tua sebagai Guru)
B) PARENTS AS COACH (Orang Tua sebagai Coach/Pelatih)
C) PARENTS AS FRIEND (Orang Tua sebagai Teman/Sahabat)
Kita bahas satu persatu ya …
a) PARENTS AS TEACHER (Orang Tua sebagai Guru)
Pada saat anak-anak kita masih kecil, dari balita, dan seringkali sampai SD, memang banyak hal dalam kehidupan yang belum diketahui oleh anak-anak kita. Nah, di sini memang orang tua harus menjadi guru yang baik. Style nya adalah “I teach you, you listen”, Orang tua mengajari, anak-anaknya mendengarkan. Gunakan kesempatan di sini, di mana anda akan mengajari anak-anak anda, dan mereka akan lebih banyak mendengarkan.
Berarti sebagai guru yang baik, anda harus mempunyai banyak cara, agar anda bisa “menyajikan” pelajaran anda dengan baik agar anak anda TERTARIK untuk mendengarkan anda.
Anda ingat kan, waktu sekolah dulu, ada guru yang menarik, dan ada banyak guru yang membosankan. Nah anda harus mempelajari banyak cara untuk menjadi guru yang baik:
⁃ Bercerita (STORY TELLING) - Memperagakan (DEMONSTRATING)
⁃ Menyuruh anak-anak berpraktek (LEARNING BY DOING)
⁃ Memberikan contoh yang baik (ROLE-MODELLING) - …dst …dst
Nah, dengan cara itulah anak-anak anda akan lebih tertarik untuk mendengarkan. Saya masih mengenang pada saat ayah saya menceritakan Mahabarata, membuat alat peraga dari Matematika, menerangkan pelajaran IPA, mengkiritik puisi karangan saya …dst ..dst. He was my teacher. Dia adalah guru saya. Dan kemudian pada saat menjadi ayah, saya juga berusaha menerapkan hal-hal tersebut dan berusaha menjadi guru yang baik untuk anak-anak saya.
Tetapi kemudian mereka akan tumbuh menjadi remaja. Dan jarang sekali remaja yang mau mendengarkan orang tuanya kan? Ya iya, karena remaja itu MERASA sudah tahu segalanya. Gak ada gunanya menjadi guru bagi mereka, they will not listen to you (mereka toh gak akan mau mendengarkan anda juga).
But it is ok, itu hanya berarti anda perlu mengganti style anda ke style berikutnya. Jangan menjadi guru lagi bagi mereka ….
b) PARENTS AS COACH (Orang tua sebagai coach/pelatih)
Seorang coach itu tidak akan menjadi guru, tidak akan mengajari lagi. Mana mau anak-anak mendengarkan orang tuanya. Mereka merasa pintar. Gak ada gunanya lagi banyak-banyak menggurui. Gak akan didengarkan. Kalau dipaksa akan conflict dan berantem. Makanya banyak orang tua yang berantem sama anak-anaknya. Karena orang tuanya pengin terus menerus menjadi guru (keep telling the children what to do), padahal seharusnya mereka menjadi coach (pelatih) yang baik.
Style nya coach itu berbeda. Style nya adalah “ASK, LISTEN, ASK AGAIN ….” (Bertanya, mendengarkan, dan bertanya lagi). Jadi coach itu bukan berkata,”Pokoknya kamu harus belajar!”
Tetapi ini yang dilakukan seorang coach…
⁃ ASK (bertanya):” Jadi nanti kalau kamu sudah besar , kamu ingin jadi apa?’
⁃ LISTEN (mendengarkan), misalnya anaknya akan menjawab,”Aku belum tahu. Tapi aku ingin pekerjaan yang banyak jalan-jalan ke luar negeri”
⁃ ASK AGAIN: “Itu ide yang bagus. Banyak sih , misalnya jadi pilot, pramugari, konsultan …., kira-kira kamu lebih suka jadi apa?”
⁃ LISTEN,”Belum tahu….”
⁃ ASK,”Gak apa-apa, tapi kan kamu tahu, untuk semua yang pakai jalan-jalan ke luar negeri, mereka harus jago bahasa apa?”
⁃ LISTEN,”Bahasa Inggris ya?”
⁃ ASK,”Nah! Kamu sendiri ngerti! Kalau gak bisa bahasa Inggris, bagaimana kamu bisa pergi ke luar negeri. Jadi mulai sekarang apa yang harus kamu lakukan?”
Itulah yang dilakukan orang tua sebagai coach. Menciptakan sebuah dialog, dimana orang tua hanya bertanya, dan membantu anaknya menemukan jawaban mereka sendiri!
Bukannya terus menerus menggurui, dan terus menerus menyuruh anaknya belajar, pantes aja berantem terus!
Jadi ingat, akan ada waktu tertentu, di mana anak-anak anda tidak mau lagi digurui oleh anda, dan itu berarti anda harus mengubah style anda dari seorang guru menjadi seorang “coach”.
c) PARENTS as FRIENDS
Setelah anak anda beranjak dewasa, bahkan dimulai dengan saat mereka duduk di bangku SMA, akan sulit sekali memerankan peran sebagai teacher dan coach.
Mereka merasa sudah tahu banyak. Dan memang kadang-kadang dalam beberapa hal, mereka memang sudah tahu banyak! Apalagi dengan smartphone yang membuat mereka connected to all informations dalam waktu beberapa detik saja, dibandingkan dengan kita yang harus cari informasi ke perpustakaan atau toko buku dulu. Menggunakan style sebagai teacher dan coach mungkin hanya akan menambah jumlah conflict. Objective nya gak tercapai, conflict dan berantemnya nambah. Repot kan?
Di sini, terkadang kita bisa memainkan peranan sebagai “FRIEND”, sebagai sahabat baik.
Sahabat baik itu selalu berusaha mendengarkan (kalau dia cerita kita dengarkan, kalau dia tidak cerita it’s okay dan jangan dipaksa).
Kadang anak kita hanya mencari teman yang bisa mendengarkan. Jadi belum tentu sebuah masalah langsung dibahas , dicarikan solusinya atau dimarahi anaknya. Just listen first.
Tetapi anda juga bisa berperan sebagai sahabat yang baik , yang juga bisa memberikan saran dan pendapat (PADA WAKTU YANG TEPAT), yaitu ketika anak kita sedang open mind dan siap menerima saran kita!
Di sinilah anda akan menjalankan style anda sebagai teman yang baik, dan mempengaruhi mereka di saat yang tepat, setelah mendengarkan curhat mereka.
Kunci seorang teman baik itu adalah : a lot of listening and understanding, and only after that giving the advise (banyak-banyak mendengarkan dan mengerti, dan baru setelah itu memberikan saran).
Ok, jadi kita baru saja membahas tiga parenting style:
a) PARENTS as TEACHER
b) PARENTS as COACH
c) PARENTS as FRIEND
Hati-hati memainkan peran anda, pada saat yang tepat, gunakanlah style yang tepat.
Jangan menjadi friend pada saat anak anda masih kecil dan membutuhkan teacher, jangan menjadi teacher pada saat anda beranjak remaja dan membutuhkan coach dan juga jangan menggurui pada saat anak anda membutuhkan friend yang baik.
Gunakan style yang tepat pada saat yang tepat.
Semoga dengan teknik-teknik ini, anda dapat mempengaruhi mereka untuk rajin belajar untuk mencapai cita-cita mereka.
Pambudi Sunarsihanto